Rabu, 16 September 2015

Partial Least Square (PLS)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG

     Partial Least Square (PLS) merupakan salah satu metode alternatif estimasi model untuk mengelola Structural Equation Modelling (SEM). Desain PLS dibuat untuk mengatasi keterbatasan metode SEM. Pada metode SEM mengharuskan data berukuran besar, tidak ada missing values, harus berdistribusi normal, dan tidak boleh memiliki multikolinieritas, sedangkan pada PLS menggunakan pendekatan distribution free dimana data dapat berdistribusi tertentu. Selain itu PLS juga dapat digunakan pada jumlah sampel yang kecil.
     Beberapa penelitian sebelumnya dengan menggunakan metode PLS diantaranya adalah analisis pengaruh peran pemerintah dan orientasi kepemimpinan terhadap komitmen organisasi, motivasi, inovasi dan lingkungan kerja serta dampaknya pada kinerja koperasi  pada Provinsi Bangka Belitung yang dilakukan oleh Fransiska (2012). Hasil dari penelitian tersebut menyimpulkan bahwa peran pemerintah dan orientasi kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap organisasi, motivasi, inovasi dan lingkungan kerja.
     Structural Equation Modelling (SEM) merupakan sebuah metode yang terbentuk karena adanya masalah pengukuran suatu variabel dimana terdapat suatu variabel yang tidak dapat diukur secara langsung . Variabel – variabel yang tidak dapat terukur tersebut dinamakan sebagai variabel laten dimana membutuhkan sebuah variabel manifes sebagai indikator atau alat ukur variabel laten tersebut. Dalam perkembangannya, SEM menjadi metode yang populer karena dapat diaplikasikan pada beberapa analisis, seperti analisis causal modelling, confirmatiory analysis, second order factor analysis, analisis regression models, analisis covariance structure models, dan analisis correlation structure models.
     Terdapat beberapa metode estimasi pada metode SEM, yaitu Instrument Variable (IV) , Two Stage Least Square (TSLS), Unweighted Least Square (ULS),  Generalize Least Square (GLS),  Maximum Likelihood (ML), Weighted Least Square (WLS), dan Diagonally Weighted Least Square (DWLS). Akan tetapi semua metode estimasi SEM tersebut memiliki kekurangan, yaitu membutuhkan sampel yang berjumlah besar dan data yang harus berdistribusi normal. Oleh karena itu, dikembangkan sebuah metode alternatif untuk mengestimasi SEM yang bertujuan untuk mengatasi kekurangan pada metode - metode lain, yaitu metode Partial Least Square (PLS).

1.2  TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui aplikasi pls(partial least square) dan penggunaanya serta aplikasinya.
       BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Analisis PLS

Partial Least Square/(PLS) adalah suatu metode yang berbasis keluarga regresi yang dikenalkan oleh Herman O.A Wold untuk penciptaan dan pembangunan model dan metode untuk ilmu-ilmu sosial dengan pendekatan yang berorientasi pada prediksi. PLS memiliki asumsi data penelitian bebas distribusi, artinya data penelitian tidak mengacuh pada < > salah satu distribusi tertentu (misalnya distribusi normal). PLS merupakan metode alternatif dari (SEM) yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan hubungan diantara variable yang kompleks namun ukuran sampel datanya kecil (30 sampai 100), mengingat SEM memiliki ukuran sampel data minimal 100 (Hair /et.al./, 2010).
PLS digunakan untuk mengetahui kompleksitas hubungan suatu konstrak dan konstrak yang lain, serta hubungan suatu konstrak dan indikator-indikatornya. PLS didefinisikan oleh dua persamaan, yaitu inner model dan outer model. Inner model menentukan spesifikasi hubungan antara konstrak dan indikator-indikatornya.Konstrak terbagi menjadi dua yaitu konstrak eksogen dan konstrak endogen. Konstrak eksogen merupakan konstrak penyebab, konstrak yang tidak dipengaruhi oleh konstrak lainnya. Konstrak eksogen memberikan efek kepada konstrak lainnya, sedangkan konstrak endogen merupakan konstrak yang dijelaskan oleh konstrak eksogen. Konstrak endogen adalah efek dari konstrak eksogen (Yamin dan Kurniawan, 2009).

2.2 Kelebihan dan Kelemahan Analisis PLS

            PLS dapat digunakan untuk mengetahui kompleksitas hubungan suatu konstrak dan konstrak yang lain, serta hubungan suatu konstrak dan indikator-indikatornya. PLS didefinisikan oleh dua persamaan, yaitu inner mode dan outer model. Inner model menentukan spesifikasi hubungan antara konstrak dan konstrak lain, sedangkan outer model menentukan spesifikasi hubungan antara konstrak dan indikator-indikatornya. PLS dapat bekerja untuk model hubungan konstrak dan indikator-indikatornya yang bersifat reflektif dan formatif, sedangkan SEM hanya bekerja pada model hubungan yang bersifat reflektif saja. Metode PLS mempunyai keunggulan tersendiri diantaranya: data tidak harus berdistribusi normal multivariate (indikator dengan skala kategori, ordinal, interval sampai rasio dapat digunakan pada model yang sama) dan ukuran sampel tidak harus besar (Gahazali,2006).
            Distribusi data tidak diketahui sehingga tidak bias menilai  signifikansi statistik. Kelemahan bisa diatasi dengan menggunakan metode resampling (Bootstrap).

2.3 Jenis Indikator dalam Penelitian Analisis PLS
            Model Indikator Refleksif sering disebut juga principal factor model dimana covariance pengukuran indikator dipengaruhi oleh konstruk laten atau mencerminkan variasi dari konstruk laten. Pada Model Refleksif konstruk unidimensional digambarkan dengan bentuk elips dengan beberapa anak panah dari konstruk ke indikator, model ini menghipotesiskan bahwa perubahan pada konstruk laten akan mempengaruhi perubahan pada indikator. Model Indikator Refleksif harus memiliki internal konsistensi oleh karena semua ukuran indikator diasumsikan semuanya valid indikator yang mengukur suatu konstruk, sehingga dua ukuran indikator yang sama reliabilitasnya dapat saling dipertukarkan. Walaupun reliabilitas (cronbach alpha) suatu konstruk akan rendah jika hanya ada sedikit indikator, tetapi validitas konstruk tidak akan berubah jika satu indikator dihilangkan (Leardi,2009).
Model Formatif tidak mengasumsikan bahwa indikator dipengaruhi oleh konstruk tetapi mengasumsikan semua indikator mempengaruhi single konstruk. Arah hubungan kausalitas mengalir dari indikator ke konstruk laten dan indikator sebagai grup secara bersama-sama menentukan konsep atau makna empiris dari konstruk laten. Oleh karena diasumsikan bahwa indikator mempengaruhi konstruk laten maka ada kemungkinan antar indikator saling berkorelasi, tetapi model formatif tidak mengasumsikan perlunya korelasi antar indikator atau secara konsisten bahwa model formatif berasumsi tidak adanya hubungan korelasi antar indikator, karenanya ukuran internal konsistensi reliabilitas (cronbach alpha) tidak diperlukan untuk menguji reliabilitas konstruk formatif. Kausalitas hubungan antar indikator tidak menjadi rendah nilai validitasnya hanya karena memiliki internal konsistensi yang rendah (cronbach alpha), untuk menilai validitas konstruk perlu dilihat variabel lain yang mempengaruhi konstruk laten. Jadi untuk menguji validitas dari konstruk laten, peneliti harus menekankan pada nomological dan atau criterion-related validity. Implikasi lain dari Model Formatif adalah dengan menghilangkan satu indikator dapat menghilangkan bagian yang unik dari konstruk laten dan merubah makna dari konstruk (Vinzi, 2010).

2.4 Langkah – langkah Analisis PLS

Analisis data dan pemodelan persamaan struktural dengan menggunakan software PLS, adalah sebagai berikut (Ghazali,2006):
1.    Merancang Model Struktural (Inner Model)
Inner Model atau Model Struktural menggambarkan hubungan antar variabel laten berdasarkan pada substantive theory. Perancangan Model Struktural hubungan antar variabel laten didasarkan pada rumusan masalah atau hipotesis penelitian.
2.    Merancang Model Pengukuran (Outer Model) Outer Model atau Model Pengukuran mendefinisikan bagaimana setiap blok indikator berhubungan dengan variabel latennya. Perancangan Model Pengukuran menentukan sifat indikator dari masing-masing variabel laten, apakah refleksif atau formatif, berdasarkan definisi operasional variabel.
3.    Konversi Diagram Jalur ke Sistem Persamaan
a.    Model persamaan dasar dari Inner Model dapat ditulis sebagai berikut :  Ŋ = β0 + βŋ + Гξ + ζ Ŋj = Σi βji ŋi + Σi үjb ξb + ζj
b.    Model persamaan dasar Outer Model dapat ditulis sebagai berikut: X = Λx ξ + εx Y = Λy ŋ + εy
4.    Estimasi: Weight, Koefisien Jalur, dan Loading Metode pendugaan parameter (estimasi) di dalam PLS adalah metode kuadrat terkecil (least square methods). Proses perhitungan dilakukan dengan cara iterasi, dimana iterasi akan berhenti jika telah tercapai kondisi kenvergen. Pendugaan parameter di dalam PLS meliputi 3 hal, yaitu:
a.    Weight estimate yang digunakan untuk menghitung data variabel laten.
b.    Path estimate yang menghubungkan antar variabel laten dan estimasi loading antara variabel laten dengan indikatornya.
c.    Means dan parameter lokasi (nilai konstanta regresi, intersep) untuk indikator dan variabel laten.
5.    Evaluasi Goodness of Fit  Goodness of Fit Model diukur menggunakan R2 variabel laten dependen dengan interpretasi yang sama dengan regresi. Q2 predictive relevance untuk model struktural mengukur seberapa baik nilai observasi dihasilkan oleh model dan juga estimasi parameternya. Q2 = 1 – ( 1 - R12 ) ( 1 – R22 ) … (1 – Rp2)
Besaran memiliki nilai dengan rentang 0 <>2 pada analisis jalur (path analysis).
6.    Pengujian Hipotesis (Resampling Bootstraping) . Pengujian Hipotesis (β, ү, dan λ) dilakukan dengan metode resampling Bootstrap yang dikembangkan oleh Geisser & Stone. Statistik uji yang digunakan adalah statistik t atau uji t. Penerapan metode resampling, memungkinkan berlakunya data terdistribusi bebas (distribution free) tidak memerlukan asumsi distribusi normal, serta tidak memerlukan sampel yang besar (direkomendasikan sampel minimum 30). Pengujian dilakukan dengan t-test, bilamana diperoleh p-value <>
2.5 Penelitian Manajemen Agroindustri Menggunakan Analisis PLS
1. Judul jurnal: Model Pendugaan Kandungan Air, Lemak dan Asam Lemak Bebas Pada Tiga Provenan Biji Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) Menggunakan Spektroskopi Inframerah  Dekat  Dengan Metode Partial Least Square (PLS)
Tahun         : Jurnal Littri 19(4),  Desember  2013. Hlm. 203 - 211 ISSN 0853-8212
Penulis : Lady C. E. Ch. Lengkey, I Wayan Budiastra, Kudang B. Seminar, Dan  Bambang S. Purwoko

Jurnal ini permasalahan yang dibahas  adalah  mengetahui kandungan air, lemak, dan asam lemak yang terdapat dalam 3 provenan biji  jarak  pagar. Tujuan penelitian adalah mengembangkan metode pendugaan komposisi kimia beberapa provenan jarak pagar berdasarkan spektroskopi NIR menggunakan kalibrasi PLS. Pengujian dilakukan menggunakan tiga provenan jarak pagar yaitu IP-3A, IP-3M, dan IP-3P masing-masing 85 sampel. Spektrum  reflektansi diukur menggunakan alat  NIR Flex Solids Petri pada panjang gelombang 1000–2500 nm. Sekitar ⅔ jumlah sampel digunakan untuk mengembangkan  persamaan kalibrasi dan  ⅓ sampel untuk validasi.  Pra perlakuan data spektrum dilakukan dengan jumlah normalisasi antara 0-1, turunan pertama Savitzky-Golay 9 titik dan gabungan keduanya.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung biji jarak pagar dengan 3 provenan yang berbeda, yaitu provenan IP-3P berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (Balittri) di Pakuwon, Sukabumi, Jawa Barat; rovenan IP-3M berasal dari kebun induk Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat (Balittas) di Muktiharjo, Pati, Jawa Tengah; dan provenan IP-3A berasal dari kebun induk Balittas di Serat. Desa Asembagus, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur.
Metode yang digunakan antara lain Kadar air dianalisis menggunakan metode oven ALB menggunakan modifikasi metode titrasi, dan kandunganlemak menggunakan metode ekstraksi soxhle. Setiap pengukuran dilakukan sebanyak dua kali pada setiap sampel dan perhitungan didasarkan pada rata-rata pengukuran. Instrumen NIR yang digunakan dalam penelitian ini  adalah  NIRFlex Solids Petri N-500. Tepung jarak pagar disinari inframerah dekat (NIR) dengan rentang panjang gelombang 1000–4000/cm dengan interval 4/cm atau 1000-2500 nm dengan interval 1 nm. Spektrum yang diperoleh dari hasil pengukuran reflektansi NIR kemudian ditransformasikan menjadi spektrum absorban. Selanjutnya, dilakukan pra perlakuan data untuk dianalisis lebih lanjut menggunakan PLS. Perlakuan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah :
(1) Tanpa perlakuan data,
(2) Normalisasi antara 0-1 (n01),
(3) Turunan Pertama Savitzky-Golay 9 titik (dg1), dan
(4) Kombinasi  n01 dan dg1.
            Hasil penelitian menunjukkan spektroskopi NIR dapat menduga kadar air, lemak, dan asam lemak bebas . dapat menduga kadar air, lemak, dan asam lemak bebas . Koefisien korelasi (r) antara komponen kimia  metode acuan dengan dugaan NIR >0,83 menunjukkan ketepatan model cukup baik (r kadar air=0,96, r kadar  lemak=0,92, dan r ALB=0,89 ). Konsistensi model kalibrasi kadar  air=94,85%, lemak=82,56%, dan ALB=87,80%. Koefisien keragaman dugaan (Prediction Coeficient Variability/PCV) ketiga model <10%  menunjukkan model yang dibangun cukup handal. Ratio of standard error prediction to deviation (RPD) menunjukkan metode spektroskopi NIR dapat digunakan untuk  menentukan kadar air (RPD=3,30) dan lemak  (RPD=2,06).  Sehingga Model-model  yang dikembangkan tersebut secara umum  layak digunakan  untuk menentukan kadar air dan lemak  biji jarak pagar, tetapi belum optimal untuk penentuan kadar ALB biji jarak pagar.

2. Judul Jurnal: Analisis Interaksi Genotipe Lingkungan Menggunakan Partial Least Square Path Modeling
Tahun  : Desember 2009. ISBN: 978-979-16353-3-2
Penulis : I Gede Nyoman Mindra Jaya
            Dalam jurnal ini dilakukan penelitian mengenai percobaan multilokasi untuk mengkaji kemampuan  relatif genotipe-genotipe pada berbagai Lokasi  tanam dengan tujuan  menemukan  genotipe-genotipe  unggulan.   Sebab  nyatanya  pengaruh  interaksi genotipe ×  lokasi  (IGL) pada percobaan multilokasi yang sudah diteliti sebelumnya menyulitkan dalam proses  seleksi genotipe unggulan.
            Dalam  penelitian  ini,  peneliti menggunakan data hasil pemuliaan  jagung hibrida dengan 9 genotipe harapan dan 3 genotipe  komersial  yang  dicobakan  pada  16  lokasi.  Karakteristik  agronomi  yang diamati  sesuai  dengan  kajian  literatur  adalah  usia masak  fisiologis  (UMF),  kadar  air panen (KAP), berat tongkol panen (BTK), dan hasil (HSL). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data hasil percobaan multilokasi Jagung  Hibrida  yang  dilakukan  dari  tanggal  23  Juli  2006  sampai  10  April  2007  yaitu pada  musim  hujan  dan  kemarau.  Percobaan  ini  menggunakan  9  genotipe  Jagung Hibrida Harapan dan 3 genotipe Jagung Hibrida Komersial. Penelitian ini mengambil 16 lokasi tanam yang tersebar di 6 Propinsi di Indonesia. Percobaan multilokasi dilakukan dengan rancangan acak kelompok (RAK) dengan kelompok tersarang pada lokasi. 
            Metode yang dilakukan yakni dengan pendakatan metode  Partial  Least  Square  (PLS)-AMMI. AMMI  digunakan  untuk mendapatkan matriks  interaksi  sebagai  skor  laten  interaksi  sedangkan  PLS  digunakan  untuk  memodelkan  matirks  interaksi  tersebut.  PLS -  AMMI  digunakan  dalam  uji  multilokasi  memiliki  keuntungan dalam menjelaskan sumbangan dari komponen - komponen daya hasil dan  faktor  lokasi.
             Hasil ini memberikan informasi bahwa  jika kadar air panen di atas rata- rata maka daya hasil atau hasil produksi jagung relatif lebih sedikit. Ini mungkin terjadi  karena adanya proses pengeringan dimana daya hasil dihitung untuk kadar air 15%. IGL usia masak  fisiologis  yang memberikan  efek  tidak  langsung melalui  kadar  air  panen, dan  berat  tongkol  sebesar  -0.090.  Tanda  negatif  ini  terjadi  karena melalui  kadar  air panen  yang memiliki efek negatif pada daya hasil.  Selanjutnya,  kadar  air panen  juga memberikan efek tidak langsung terhadap IGL daya hasil melalui berat tongkol dengan besar efek tidak langsungnya adalah  -0.209. Total efek dari ketiga IGL komponen daya hasil secara berurutan adalah 0.241 dari IGL usia masak fisiologis, -0.413 dari IGL kadar air panen, dan 0.921 dari IGL berat tongkol. Dari model PLSPM ini juga dapat diketahui keragaman dari  IGL usia masak  fisiologis,  IGL  kadar air panen, dan  IGL berat  tongkol panen dan  IGL daya hasil  yang dapat dijelaskan oleh model  secara berurutan adalah 0.886,  0.816,  0.763  dan  0.721  dengan  keragaman  total  dihitung  dari  nilai Q2 adalah sebesar 0.999. Besarnya nilai-nilai ini menunjukkan bahwa model yang dianalisis dapat menjelaskan  keterkaitan  antara  IGL  komponden  daya  hasil,  pengaruhnya  terhadap daya  hasil    dan  mampu  menjelaskan  pengaruh  kombinasi  kovariat  genotipik lingkungan terhadap IGL Daya Hasil. 

3. Judul Jurnal: The Causality Relationship between Management in Supply Chain Collaboration with the Prosperity of Corn Farmers in West Nusa Tenggara – Indonesia
Tahun  : 2013. Vol.5, No.19, ISSN 2222-1905
Penulis            : Tajidan, Budi Setiawan, M. Muslich Mustadjab and A. Wahib Muhaimin
            Penelitian pada jurnal ini menjelaskan  mengenai analisis faktor-faktor yang menentukan manajemen rantai pasokan dan kesejahteraan petani jagung. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode survei dengan mewawancarai 120 petani. Rantai pengambilan sampel ditentukan dengan menggunakan teknik snowballing dari petani ke pedagang pengumpul dan konsumen. Penelitian ini dilakukan di Lombok Timur dalam wilayah administrasi Provinsi Nusa Tenggara Barat. Lokasi penelitian ditentukan dengan  menggunakan purposive sampling. Jumlah responden di setiap desa ditentukan dengan teknik random sampling proporsional dengan jumlah responden 120 petani jagung; 75 petani desa Pringgabaya utara di Kabupaten Pringgabaya dan 45  petani dari desa Bebidas di Kabupaten Wanasaba.
            Data dianalisis dengan SEM berdasarkan varians Partial Least Square menggunakan perangkat lunak Java Web Start 1.4.2_8. Urutan pemodelan persamaan struktural dapat digunakan untuk tujuan estimasi dan pengujian hipotesis, kemudian melakukan validasi untuk model luar dan dalam. Model luar Validasi terdiri dari validasi diskriminan dan keandalan komposit, yaitu rata-rata Variance Extracted (AVE)> 0,5, Cronbach Alphaand Composite Keandalan> 0,7. Model inner validasi koefisien penentu yang digunakan R-square, Batu Geisser Uji Q-square dan t-test path statistik koefisien.
            Sehingga dari hasil penelitian tersebut Hal ini juga disebutkan dijelaskan  bahwa manajemen rantai pasokan yang lebih baik akan meningkatkan kesejahteraan petani. Ini mungkin secara logis mengatakan bahwa peningkatan kolaborasi rantai pasokan secara langsung mempengaruhi kesejahteraan petani. Partisipasi petani dalam menentukan tepat panen jadwal dalam rangka meningkatkan keunggulan kompetitif masih sangat rendah. Juga, ada sangat sedikit petani yang terlibat dalam kegiatan pasca-produksi. Oleh karena itu,keunggulan kompetitif perusahaan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan petani dan peningkatan kinerja manajemen rantai pasokan. Pengaruh keunggulan kompetitif hanya terbatas pada pengaruh tidak langsung melalui kinerja organisasi.
















DAFTAR PUSTAKA

Hair, J.F. 2010. Multivariate Data Analysis, 7th edition. Pearson Prentice Hall

Ghazali, G. 2006. Structural Equation Modelling: Metode Alternatif dengan Partial Least Square. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang

Leardi, R. 2009. Application of Genetic Algorithm-PLS for Feature Selection in Spectral Data Sets. Journal of Chemometrics Volume 14

Sinkovics.  R.  R.  2009.  The  Use  Of  Partial Least  Square  Path  Modeling  In International  Marketing.  Journal  Advaces in International Marketing. 20(2): 277-319.

Yamin,S. 2009. Structural Equation Modeling: Belajar Lebih Mudah Teknik Analisis Data Kuesioner dengan LISREL-PLS, Buku Seri Kedua. Salemba Infotek. Jakarta

Vinzi, VE. 2010. Handbook of Partial Least Squares: Concepts, Methodsand Applications. Germany



Bagaimana metode pengukuran suhu,ph,warna, kadar air,kadar C organik, N total dan C/N rasio pada proses komposting


Bagaimana metode pengukuran  suhu,ph,warna, kadar air,kadar C organik, N total dan C/N rasio pada proses komposting
-metode pengukuran suhu
Untuk mengukur suhu digunakan termometer alkohol. Termometer alkohol dipilih agar jika kalau kemudian termometer pecah waktu melakukan pengukuran, cairan alkohol tidak membahayakan kompos. Akan tetapi, kelemahan termometer alkohol ini adalah sangat sensitif terhadap perubahan suhu. Dengan demikian, pengukuran suhu kompos harus dilakukan secara jeli dan cermat. Untuk mempermudah pembacaan suhu, hendaknya digunakan termometer alkohol yang ukuran angkanya yang besar.
Ketika mengukur suhu, harus diusahakan pengukuran suhu seluruh bagian kompos. Jangan hanya mengukur suhu pada bagian tengah saja walaupun memang pada saat kompos ditumpuk, biasanya titik panas tertinggi berada pada bagian tengah tumpukan karena bagian tengah merupakan bagian yang paling terlindung dari penguapan sehingga kondisi kadar air di bagian tengah biasanya paling ideal. Hal ini membuat bagian tengah merupakan bagian paling baik bagi kehidupan mikroorganisme. Dalam pada itu, suhu merupakan indikator adanya aktivitas mikrorganisme pengurai dalam tumpukan sampah.
-metode pengukuran kadar air
Cara paling akurat untuk mengukur kadar air yang tepat adalah dengan mengukur langsung dengan tangan.caranya ambil sebagian kompos (boleh tengah, agak ke pinggir, atau bawah), remas keras dalam genggaman dan perhatikan! Apabila dari genggaman tangan tidak keluar air sama sekali, kompos terlalu kering dengan demikian perlu tambahan air. Akan tetapi, jika air menetes deras dari sela-sela jari, ini berarti kompos terlalu basah sehingga perlu dilakukan pembalikan atau penambahan bahan kering pada kompos, seperti dedaunan kering atau serbuk geraji sebagai pengikat air. pengukuran kadar air dapat dilakukan tiga hari sekali tetapi bisa saja lebih sering dilakukan ketika suhu dalam tumpukan tinggi. Suhu yang tinggi membuat penguapan juga semakin tinggi sehingga kadar air dalam tumpukan lebih cepat hilang, dan tumpukan akan menjadi lebih cepat kering. Kurangnya kadar air akan mempengaruhi aktivitas mikroorganisme pengurai.
-metode pengukuran ph
            Deerajat keasaman (Ph) dalam pembuatan kompos. Pada proses awal, sejumlah mikroorganisme akan mengubah sampah organik menjadi asam- asam oranik, sehingga derajat keasaman akan selalu menurun. Pada proses selanjutnya derajat keasaman akan meningkat secara bertahap yaitu pada masa pematangan, karena beberapa jenis mikroorganisme memakan asam-asam organik yang terbentuk.
            Derajat keasaman dapat menjadi faktor penghabat dalam prses pembuatan kompos, yaitu dapat terjadi apabila :
·         Ph terlalu tinggi di atas 8, unsur N akan menguap menjadi NH3. NH3 yang terbentuk akan sangat menggangu proses karena bau yang menyengat. Senyawa ini dalam kadar yang berlabihan dapat memusnakan mikroorganisme.
·         Ph terlalu rendah di bawah 6,kondisi menjadi asam dan dapat menyebabkan kematian jasad renik.
-metode pengukuran kadar C-organik
                Pengukuran dengan metode walkley black bahan organik yang mudah teroksidasi dalam tanah mereduksi  Cr2O72+ yang berlebihan. Reaksi ini berjalan dengan energi yang di hasilkan dari pencampuran dua bagian H2SO4 pa (pekat) dengan satu bagian K2Cr2O7 N. Sisa Cr2O7 dapat diketahuai dari hasil titrasi dengan FeSO4 yang diketahui normalitasnya.
-metode pengukuran N total
 Penentuan kadar nitrogen total dengan metode kjedahl. Penentuan kadar nitrogen totalini melalui tiga tahapan proses pengerjaan yaitu destruksi,destilasi dan tritrasi.
Destruksi merupakan suatu proses penghancuran senyawa organik seperti protein (berikatan kovalen) diubah menjadi senyawa anorganik. Material yang digunakan sebagai destruktor adalah asam sulfat pekat ditambah garam.
Destilasi adalah suatu proses pemisahan senyawa berdasarkan titik didih. Dalam hal ini amonium sulfat ditamabah larutan NaOH bertujuan untuk membebaskan gas amonia dan dengan pemanasan atau destilasi akan dibebaskan sebagai destilat.
http://id.wikipedia.org/wiki/destruksi
http://wordpress.com






Metrik Performa Perusahaan

1.    Metrik Performa Perusahaan
       Metrik adalah sebuah pengukuran kinerja standar yang memberikan dasar bagaimana kinerja dari proses-proses dalam supply chain di evaluasi. Pengukuran kinerja ini harus reliable dan valid. Reliability berkaitan dengan bagaimana kekonsistenan research instrument. Sedangkan validitas berkaitan dengan apakah variable telah didefinisikan secara tepat dan representative.
       Cara menentukan metrik salah satunya yaitu dengan menggunakan metode SCOR (Supply Chain Operation Refference Model). Meskipun model SCOR menyediakan berbagai variasi ukuran kinerja untuk mengevaluasi supply chain, namun SCOR tidak mengindikasikan apakah ukuran tersebut cocok untuk semua tipe industri. Karenanya penyesuaian atau kustomisasi terhadap SCOR model terkadang dibutuhkan. Pemilihan ukuran kinerja yang cocok disini dilakukan  untuk tiap elemen proses termasuk untuk kinerja dari supply chain. Perhitungan dari sebuah metric mungkin tergantung tidak hanya pada process data item namun juga perhitungan secara detail pada level yang lebih rendah.

Penjelasan metrik dalam metode SCOR, dijelaskan pada tabel 1.1
Tabel 1.1 Metrik Level 1 dan Atribut Performa SCOR
Metrik Level 1
Atribut Performa
Eksternal (Customer)
Internal
Reliabilitas
Responsivitas
Fleksibilitas
Biaya
Aset
Performansi pengiriman (Delivery performance)

x




Persentase jumlah item yang tersedia, ketika diminta oleh pelanggan (Fill rate)

x




Leadtime pemesanan (Order fulfillment Leadtime)


x



Fleksibilitas produksi (Production flexibility)



x


Waktu respon (Response time)



x


Biaya pokok penjualan (Cost of goods)




x

Biaya SCM (SCM cost)




x

Biaya SDM (value added employees cost)




x

Biaya pengembalian (return cost)




x

Waktu antara pembayaran ke pemasok sampai menerima pembayaran dari pelanggan (cash to cash cycle time)





x
Waktu yang cukup untuk memenuhi kebutuhan akan persediaan bila tidak ada pasokan lebih lanjut (inventory days of supply)





x

Metrik pada tabel diatas meliputi Performansi pengiriman (Delivery performance), Persentase jumlah item yang tersedia, ketika diminta oleh pelanggan (Fill rate), Leadtime pemesanan (Order fulfillment Leadtime, Fleksibilitas produksi (Production flexibility), Waktu respon (Response time), Biaya pokok penjualan (Cost of goods), Biaya SCM (SCM cost), Biaya SDM (value added employees cost), Biaya pengembalian (return cost), Waktu antara pembayaran ke pemasok sampai menerima pembayaran dari pelanggan (cash to cash cycle time) dan Waktu yang cukup untuk memenuhi kebutuhan akan persediaan bila tidak ada pasokan lebih lanjut (inventory days of suppl). Apabila suatu reliabilitas dalam suatu perusahaan yang dibangun dengan baik maka tingkat kepercayaan yang diberikan oleh pelanggan kepada PT. Kopi Lanang. Metrik dibutuhkan oleh perusahaan untuk memenuhi permintaan konsumen mulai dari pemasok hingga ke tangan konsumen.        
Metrik reabilitas adalah disini berkaitan dengan keandalan. Reabilitas disini meliputi Performansi pengiriman (Delivery performance)  dan Persentase jumlah item yang tersedia, ketika diminta oleh pelanggan (Fill rate). Metrik Responsivitas yaitu yang berkaitan dengan kecepatan waktu respon untuk setiap perubahan. Metrik Responsivitas disini meliputi Leadtime pemesanan (Order fulfillment Leadtime). Metrik Fleksibilitas yaitu yang berkaitan dengan kefleksibelan didalam menghadapi setiap perubahan. Fleksibilitas disini meliputi Fleksibilitas produksi (Production flexibility), Waktu respon (Response time) .
Biaya adalah pengorbanan sumber daya atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat di saat sekarang atau di masa yang akan datang bagi perusahaan. Biaya disini meliputi Biaya pokok penjualan (Cost of goods), Biaya SCM (SCM cost),  Biaya SDM (value added employees cost)  dan Biaya pengembalian (return cost) .
Aset adalah harta atau sumber daya yang dimiliki oleh suatu perusahaan yang berfungsi dalam operasi perusahaan dan diharapkan dapat memberikan manfaat ekonomi di masa depan. Macam-macam aktiva diantaranya kas, persediaan, aktiva lancar, aktiva tetap, aktiva tak berwujud, investasi jangka panjang, dll. Aset  disini meliputi Waktu antara pembayaran ke pemasok sampai menerima pembayaran dari pelanggan (cash to cash cycle time) dan Waktu yang cukup untuk memenuhi kebutuhan akan persediaan bila tidak ada pasokan lebih lanjut (inventory days of supply). Penjabaran metrik performa rantai pasokan Saung Mirwan secara keseluruhan dijelaskan dalam tabel 1.2

Tabel 1.2. Tabel Hierarki Metrik Performa Rantai Pasokan Saung Mirwan
Atribut Performa
 Hierarki Level Metrik
Bilangan Pembatas
Level 1
 Level 2
Level 3
Reliabilitas
Performansi pengiriman (Delivery performance)

Kondisi sempurna
Bebas kerusakan, penyakit, Return
-
Ketepatan jadwal
Ketepatan waktu, Ketepatan lokasi
-
 Dokumentasi Pengiriman
Keluhan  dan waktu pembayaran
-
Persentase jumlah item yang tersedia, ketika diminta oleh pelanggan (Fill rate)

% pemenuhan
Ketepatan jenis, Ketepatan jumlah
-
Kondisi sempurna
Bebas kerusakan, penyakit, Return

Responsivitas
Leadtime pemesanan (Order fulfillment Leadtime)

Ketepatan jadwal
Ketepatan waktu, Ketepatan lokasi
-
Siklus make
Waktu penyiapan material, produksi, dan penyimpanan
-
Siklus deliver
Waktu pengemasan, verifikasi pengiriman, pemuatan barang, transportasi, dan verifikasi
-
Flekbilitas
Fleksibilitas Rantai Pasok Atas
Fleksibilitas source
-
20 %
Fleksibilitas make
-
20 %
Fleksibilitas deliver
-
20 %
Penyesuaian Rantai Pasok Atas
Penyesuaian source
-
30 hari
Penyesuaian make
-
30 hari
Penyesuaian deliver
-
30 hari
Penyesuaian Rantai Pasok Bawah
Penyesuaian source
-
30 hari
Penyesuaian make
-
30 hari
Penyesuaian deliver
-
30 hari
Biaya Rantai Pasok
Biaya pokok penjualan (Cost of goods)

Biaya Pemasaran

-
-
Biaya SCM (SCM cost)
Biaya Plan
Biaya forecasting penjualan, produksi, dan bahan baku
-
Biaya source
Biaya outsource bunga, biaya manajemen suplier
-
Biaya make
Biaya inbound transportation, biaya loss
-
Biaya deliver
Biaya manajemen pelanggan, biaya penerimaan pesanan, biaya outbound transportation
-
Biaya produksi (make)
Biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya tidak langsung
-
Biaya SDM (value added employees cost)
Gaji
Direktur, Staff  dan operasional

Biaya pengembalian (return cost)
Biaya return
Biaya return produk, biaya return bahan baku

Aset Rantai Pasok
Waktu antara pembayaran ke pemasok sampai menerima pembayaran dari pelanggan (cash to cash cycle time)

Rentang hari pembayaran utang
-
-
Rentang hari pembayaran piutang
-
-
Waktu yang cukup untuk memenuhi kebutuhan akan persediaan bila tidak ada pasokan lebih lanjut (inventory days of supply)
Pendapatan
-
-
HPP
-
-
Biaya SCM
-
-
Aset Supply Chain
Aset source, make, deliver
-

2.    SCORcard
            Tahap selanjutnya adalah menyusun kartu SCOR (SCORcard) yang beriisikan nilai performa dari masing-masing metrik yang telah ditentukan. Penilaian metrik tersebut bersumber dari data-data yang diperoleh melalui observasi langsung ke lapangan, wawancara langsung dengan pihak perusahaan yang bersangkutan, serta dengan menganalisis dari track record perusahaan.
       Supply Chain Operation Reference (SCOR) adalah suatu model acuan dari operasi supply chain. SCOR mampu memetakan bagian-bagian supply chain. Nilai yang ditunjukkan dalam kartu SCOR tersebut merupakan gambaran atau keadaan saat ini dari kinerja suatu rantai pasokan perusahaan. Dengan demikian, apabila terdapat beberapa rantai pasokan produk yang dimiliki oleh perusahaan, maka kartu SCOR harus dibuat sejumlah dengan banyaknya rantai pasokan yang ada. Tabel 1.3 berikut menjelaskan saluran penjualan kopi yang dimiliki oleh PT. Lanang yang meliputi penjualan kepada agen dan pembeli langsung.

Tabel 1.3  Matriks Ruang Lingkup SCOR PT. Lanang
Matriks
Rantai Pasok
Saluran Pasar
Agen/Retail Lokal
Pembeli Langsung
Produk
Kopi Macho

             Pada rantai pasokan kopi macho di PT. Lanang ini rantai pasokan penjualan ke pasar ekspor tidak disertakan karena dalam proses pemenuhannya, produksi difokuskan untuk memenuhi pesanan lokal yakni agen atau retail serta kepada pembeli langsung. Hal ini aggar manajemen rantai pasokan kopi macho dapat berjalan dengan lancar dan perusahaan mendapatkna nilai positif dikalangan konsumen. Pada tabel 1.4 merupakan kartu SCOR berikut nilai dari masing-masing metrik.

Tabel 1.4 Kartu SCOR (SCORcard) Rantai Pasok Kopi PT. Lanang


Tinjauan
Metrik
Metrik SCOR level 1
Aktual

Reliabiilitas Rantai Pasok
Kondisi sempurna
90 %
Ketepatan jadwal
90 %
 Dokumentasi Pengiriman
100 %
% pemenuhan
90 %
Kondisi sempurna
90 %


Responsivitas
Ketepatan jadwal
99 %
Siklus make
152 hari
Siklus deliver
3 hari
Flekbilitas
Fleksibilitas source
50 %
Fleksibilitas make
50 %
Fleksibilitas deliver
50 %
Penyesuaian source
50 %
Penyesuaian make
50 %
Penyesuaian deliver
50 %
Penyesuaian source
50 %
Penyesuaian make
50 %
Penyesuaian deliver
50 %

Biaya Rantai Pasok
Biaya Plan
15%
Biaya source
15%
Biaya make
15%
Biaya deliver
15%
Biaya produksi (make)
15%

Gaji
15 %
Biaya return
10 %
Aset Rantai Pasok
Rentang hari pembayaran utang
3 hari

Rentang hari pembayaran piutang
3 hari
Pendapatan
40 %
HPP
20 %
Biaya SCM
20 %
Aset Supply Chain
20 %
           
            Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar perusahaan yang berpengaruh terhadap rantai pasok. Dari SCOR card diatas dapat diketahui, faktor eksternal meliputi Reliabiilitas Rantai Pasok meliputi Kondisi sempurna dengan nilai aktual 90 %, ketepatan jadwal dengan nilai aktual 90%, dokumentasi pengiriman dengan nilai actual 100%, pemenuhan dan kondisi yang sempurna yang masing-masing memiliki nilai aktual 90%. Dari Responsivitas meliputi Ketepatan jadwal dengan nilai aktual 99 %, siklus make nya selama 152 hari dan siklus delivernya 3 hari. Dari Flekbilitas nya, meliputi fleksibilitas make, fleksibilitas source fleksibilitas deliver, penyesuain make, penyesuaian source dan penyesuain deliver yang masing-masing mempunyai nilai aktual 50%. Dari Biaya Rantai Pasok, yakni meliputi biaya plan, biaya make, biaya source, biaya deliver dan biaya produksi yang masing-masing memiliki nilai aktual 15%.
       Dari faktor internal adalah meliputi Aset Rantai Pasok meliputi rentang hari pembayaran utang dan piutangyang selama 3 hari, pendapatan 40%, HPP sebesar 20%, biaya dan asset supply chai yang masing-masing mempunyai nilai aktual 20%

3.    Benchmarking
            Adalah suatu proses membandingkan dan mengukur suatu kegiatan perusahaan/organisasi terhadap proses operasi yang terbaik di kelasnya sebagai inspirasi dalam meningkatkan kinerja (performance) perusahaan/organisasi. Selain itu, benchmarking dapat mendorong perusahaan/ organisasi untuk menyiapkan suatu dasar untuk membangun rencana operasional praktek terbaik perusahaan dan menganjurkan meningkatkan perbaikan bagi seluruh komponen lingkungan perusahaan/organisasi.
            Berikut ini merupakan langkah-langkah proses benchmarking :
Perencanaan
 
Analisis
 
Integrasi
 
Tindakan
 
 





















Gambar 5.5. Langkah-langkah Proses Benchmarking (Robert, 1989)

       Langkah pertama yang dilakukan dalam proses benchmarking adalah Identifikasi dan dokumentasikan proses, praktik atau layanan yang akan di-benchmark. Pertama kali sangat penting memastikan bahwa fokus utama Anda dalam melakukan benchmark. Selanjutnya yaitu mengidentifikasi perusahaan atau sekelompok perusahaan yang akan menjadi sasaran benchmark terhadap sejumlah proses tertentu. Ini merupakan proses pencarian dan anggota tim harus membuat daftar perusahaan potensial yang akan di-benchmark. Lanhgkah selanjutnya yaitu mengumpulkan dan menyimpan data mengenai perusahaan-perusahaan yang akan di benchmark, proses ini harus dilakukan baik secara internal maupun eksternal.
       Analisis data. Dengan menganalisa data akan mengetahui gaps antara praktik perusahaan dengan perusahaan lain, langkah selanjutnya adalah analisis dan pemahaman mengenai tren industri untuk melihat seberapa cepat Anda dan kompetitor Anda berubah. Langkah ini akan menjaga hasil yang akan Anda dapatkan tidak mudah kadaluarsa.
       Mengkomunikasikan hasil benchmarking dan diterima di lingkungan perusahaan. Dengan mengokunikasikan hasilnya akan meningkatkan kemungkinan untuk diterima oleh kalangan manajemen yang diharapkan untuk melakukan perubahan dan peningkatan. Setelah menetapkan pencarian dan strategi mencarinya, tim harus menyampaikan rekomendasi akhirnya mengenai target dan bagaimana untuk mencapai tingkat kinerja yang baru.
       Langkah yang paling penting yaitu membuat rencana untuk masing-masing tujuan, rencana tersebut harus merinci tugas-tugas yang terkait dan mengimplementasikan. Langkah ini, yang biasanya dilakukan oleh suatu kelompok pengimplementasi dan para manajer. Dan langkah yang terahir yaitu mengevaluasi dengan memulai prosesnya sekali lagi, selangkah demi selangkah.
           

Tabel 1.5 berikut merupakan matriks atribut performa terhadap kebutuhan kompetitif perusahaan.
Tabel 1.5  Ringkasan Kebutuhan Kompetitif  Kopi PT. Lanang
Atribut Performa
Performa Banding Kompetisi
Agen/Retail Lokal
Pembeli Lokal
Reliabilitas Pengiriman
S
A
Responsivitas
P
S
Fleksibilitas
A
A
Biaya (Cost)
S
S
Pemanfaatan Aset SCM
-
-
Keterangan:
P  =  Parity (rata-rata)     A  =  Advantage (keuntungan)            S  =  Superior

       Penentuan target performa menjadi status superior, advantage, atau parity adalah berdasarkan atribut performa mana yang paling dikehendaki oleh konsumen. Dengan demikian, atribut reliabilitas pengiriman dan responsivitas pada perusahaan adalah yang paling dikehendaki oleh konsumen. Oleh sebab itu, fokus pengembangan rantai pasok bunga Saung Mirwan ini adalah pada peningkatan atribut kedua performa tersebut. Pada tabel 5.11, merupakan SCORcard yang sudah dilengkapi dengan target yang hendak dicapai beserta estimasi keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan jika mampu mencapai target yang ditetapkan.



Tabel 5.11. Kartu SCOR (SCOR-Card) Performa Benchmark Saung Mirwan


Tinjauan
Metrik
Metrik SCOR level 1
Aktual
Advantage
Superior
Requirements Gap
Estimasi Nilai (Rp.)
Reliabiilitas Rantai Pasok
Kondisi sempurna
90 %
95 %
98 %
8 %

Ketepatan jadwal
90 %
95 %
98 %
8%

 Doc. Pengiriman
100 %
100 %
100 %
0 %

% pemenuhan
90 %
95 %
98 %
98 %

Kondisi sempurna
90 %
95 %
98 %
98 %

Responsivitas
Ketepatan jadwal
90%
92 %
99 %
9%

Siklus make
152 hari
148 hari
144 hari
8 hari

Siklus deliver
3 hari
2 hari
1 hari
2 hari

Flekbilitas
Fleksibilitas source
50 %
60 %
70 %
20 %

Fleksibilitas make
50 %
60 %
70 %
20 %

Fleksibilitas deliver
50 %
60 %
70 %
20 %

Penyesuaian source
50 %
60 %
70 %
20 %

Penyesuaian make
50 %
60 %
70 %
20 %

Penyesuaian deliver
50 %
60 %
70 %
20 %

Penyesuaian source
50 %
60 %
70 %
20 %

Penyesuaian make
50 %
60 %
70 %
20 %

Penyesuaian deliver
50 %
60 %
70 %
20 %

Biaya Rantai Pasok
Biaya Plan
15%
-
-
-

Biaya source
15%
-
-
-

Biaya make
15%
-
-
-

Biaya deliver
15%
-
-
-

Biaya produksi (make)
15%
-
-
-



Gaji
15 %
20 %
23 %
30%

Biaya return
10 %
-
-
-

Aset Rantai Pasok
Rentang hari pembayaran utang
3 hari

2 hari
1 hari
2 hari

Rentang hari pembayaran piutang
3 hari
2 hari
1 hari
2 hari

Pendapatan
40 %
45 %
50 %
55 %

HPP
20 %
23 %
26 %
30 %

Biaya SCM
20 %
-
-
-

Aset Supply Chain
20 %
-
-
-




4.    Gap Performa Metrik
            Gap performa metrik menunjukkan besarnya selisih antara kondisi aktual perusahaan dengan kondisi benchmark. Selisih tersebut merupakan angka yang menerangkan besarnya profit lost pada setiap atribut performa yang belum dijalankan secara optimal. Profit lost tersebut dapat dikategorikan ke dalam lost opportunity (hilangnya kesempatan), canceled orders (pesanan yang dibatalkan), dan market share lost (hilangnya pangsa pasar).
            Pada metrik pemenuhan sempurna, pesanan yang tidak terpenuhi dengan sempurna seperti keterlambatan jadwal dan jumlah barang dibawah pesanan, dapat menyebabkan pembatalan pemesanan dari pembeli. Akibat pembatalan (canceled orders) tersebut, perusahaan mengalami kehilangan keuntungan. Selain itu, pesanan yang sering tidak terpenuhi dengan baik dapat menimbulkan citra buruk bagi Saung Mirwan yang pada akhirnya dapat menyebabkan perginya pelanggan atau berkurangnya pangsa pasar yang dimiliki Saung Mirwan (market share lost). Oleh sebab itu berdasarkan kartu SCOR pada tabel 5.11 diatas, maka Saung Mirwan dituntut untuk meningkatkan kinerjanya pada metrik ini sebesar 45% agar perolehan keuntungannya dapat maksimal.
            Pada metrik siklus pemenuhan pesanan, pemenuhan pesanan yang terlalu lama membuat pembeli enggan (tidak jadi) memesan produk yang diinginkannya ke Saung Mirwan. Hal ini menyebabkan Saung Mirwan kehilangan kesempatan untuk memenuhi pesanan dari pembeli (lost opportunity). Untuk itu, Saung Mirwan dituntut untuk meningkatkan kinerja prosesnya dengan memangkas waktu pemenuhan pesanan sebesar 13 hari (abondemen) dan 21 jam (harian) agar keuntungan yang dapat diperoleh menjadi maksimal.
            Pada metrik penyesuaian rantai pasok atas, ketidaksanggupan Saung Mirwan dalam menghadapi peningkatan pesanan dari pembeli/pasar menyebabkan Saung Mirwan kehilangan kesempatan untuk memenuhi pesanan pembeli yang lebih banyak lagi (lost opportunity) dan kehilangan kesempatannya untuk memperluas atau meningkatkan pangsa pasarnya (market share lost). Untuk itu, Saung Mirwan dituntut untuk meningkatkan adaptibilitas peningkatan produksinya sebesar 70% agar keuntungan yang diperoleh dapat maksimal.
            Menerjemahkan nilai gap ke dalam tindakan aktual adalah sesuatu yang sangat sulit untuk dilakukan karena tidak adanya aturan baku yang menerangkan hal itu. Untuk itu, nilai gap tersebut lebih merupakan indikator mengenai gambaran besar tidaknya upaya perbaikan/pembenahan yang harus dilakukan pada proses-proses di dalam rantai pasokan Saung Mirwan terkait dengan metrik performa yang dibicarakan. Namun demikian, dengan teridentifikasinya nilai gap tersebut maka Saung Mirwan dapat mengestimasi besarnya keuntungan (profit) yang akan diperoleh oleh Saung Mirwan apabila mampu memenuhi gap performa pada kartu benchmark. Hanya saja, estimasi keuntungan yang akan didapatkan perusahaan tersebut tidak dihitung di dalam penelitian ini karena terbatasnya akses pada setiap informasi yang berhubungan dengan keuangan dan transaksi penjualan Saung Mirwan, disamping memang dokumentasi yang dilakukan di perusahaan ini tidak lengkap. Untuk itu, yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan kinerja rantai pasokannya melalui analisis yang lebih mendalam pada setiap tahapan proses di dalam rantai pasokan agar tercipta suatu desain rantai pasokan yang optimal.
.
C.   DESAIN RANTAI PASOKAN
            Desain rantai pasok ini adalah keputusan tentang struktur sebuah rantai pasokan dan proses-proses apa saja yang akan dijalankan pada tiap tahap yang meliputi : lokasi, kapasitas produksi, produk, transportasi, sistem informasi.
       Tujuan dari pembuatan desain supply chain adalah mengurangi biaya supply  chain yang terdiri dari biaya inventori, transportasi, pendirian dan operasional fasilitas, serta biaya informasi. Tujuan lainnya adalah untuk meningkatkan reliabilitas terhadap permintaan pelanggan. Kompleksitas dari struktur jaringan rantai pasok dan faktor ketidakpastian lingkungan, merupakan tantangan tersendiri yang dihadapi dalam mengelola rantai pasok. Oleh karena itu keputusan pembuatan desain supply chain memang tidak bisa diubah-ubah begitu saja. Namun dengan adanya faktor ketidakpastian dari lingkungan serta perkembangan globalisasi, maka desain supply chain sebaiknya bersifat fleksibel terhadap berbagai perubahan yang terjadi, baik perubahan pada nilai variabel ataupun pada batasan. Dengan adanya kemudahan untuk mengubah desain desain supply chain, perusahaan akan mempunyai banyak alternatif dalam mengambil keputusan terkait dengan desain rantai pasoknya





1.    Desain Aliran Material (Material Flow)
a).   Inisiasi Aliran Material AS IS
       Aliran material AS IS atau AS IS material flow adalah kondisi yang menggambarkan aliran komoditas (barang) mulai dari suplier perusahaan hingga ke konsumen perusahaan yang terjadi saat ini (current state). Inisiasi aliran komoditas tersebut diawali dengan menentukan lingkup pembahasan aliran komoditas. Setelah lingkup pembasan ditentukan, langkah selanjutnya adalah melakukan penggambaran peta geografis beserta karakteristik proses level 2 pada masing-masing titik lokasi, lalu melakukan pengukuran kinerja atau performa aliran komoditas AS IS menggunakan metrik-metrik yang telah ditentukan. 
       Ruang lingkup pembahasan aliran komoditas meliputi aktifitas-aktifitas yang berkaitan dengan proses PLAN (P), SOURCE (S), MAKE (M), DELIVER (D), dan RETURN (R). Pada proses PLAN dikaji mengenai aspek apa saja yang dipertimbangkan oleh perusahaan dalam melakukan perencanaan.                    Aliran material dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Pada gambar tersebut Proses PLAN dinotasikan dengan simbol P yang merupakan proses SCOR level1. Kemudian P1, P2, P3, dan P4 merupakan proses SCOR level 2 yang menjelaskan PLAN pada supply chain (P1), PLAN pada source (P2), PLAN pada make (P3), dan PLAN pada deliver (P4). P1 merupakan perencanaan keseluruhan dari supply chain atau rantai pasok sedangkan P2, P3, dan P4 merupakan perencanaan pada masing-masing proses. Proses SOURCE, MAKE, DELIVER, dan RETURN berturut-turut dinotasikan dengan S, M, D, dan R yang merupakan proses SCOR level 1. Pada SCOR level 2, masing-masing dinotasikan dengan tambahan angka 1,2, dan 3 yang masing-masing berarti make to stock (1), make to order (2), dan assamble to order (3). Sebagai contoh S1 yang berarti upaya untuk pengadaan barang dari suplier adalah berdasarkan target jumlah stok yang telah ditentukan. Sedangkan S2 berarti bahwa pengadaan suplai barang dilakukan berdasarkan permintaan pembeli. Sedangkan untuk desain aliran material dapat dilihat pada gambar 1.0.


Gambar  1.0 : Desain aliran material AS IS